Opini: Ketika Pucuk Kepemimpinan Menyalahkan Prajurit: Cermin Krisis Meritokrasi di Polri

Mantan Wakil Bupati Buton Utara Saat ini berprofesi sebagai Advokat BA 9 – PA 29.

KENDARI,Matabuton.com-Pernyataan Wakapolri Komjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo dalam RDP bersama Komisi III DPR RI pada 20 November 2025, yang menyebut banyak Kapolsek underperform karena 67 persen merupakan lulusan PAG, dinilai sebagai bentuk kesalahan arah kepemimpinan di tubuh Polri. Kompol (Purn) Ahali, S.H., M.H., mantan Wakil Bupati Buton Utara yang kini berprofesi sebagai advokat, menilai pernyataan tersebut justru memperlemah moral prajurit.

“Pernyataan seperti ini sangat melukai hati anggota Polri di tingkat bawah,” tegas Ahali dalam press releasenya Minggu (23/11/2025).
“Seorang pimpinan tertinggi Polri tidak seharusnya melempar kesalahan ke bawah, apalagi di ruang publik,” lanjutnya.

Menurut Ahali, seorang pemimpin yang berjiwa kesatria akan mencari solusi, bukan menyalahkan bawahan.

“Pemimpin sejati itu membela anggotanya, bukan merendahkan mereka. Kalau hanya pandai menyalahkan bawahan, itu bukan kepemimpinan,” ujar Ahali.

Ia menilai perbandingan institusi Polri dengan dinas pemadam kebakaran merupakan pernyataan yang ironis dan tidak pantas diucapkan oleh pejabat setinggi Wakapolri.

“Institusi sebesar Polri dibandingkan dengan pemadam kebakaran? Itu sangat ironis dan mencederai kehormatan organisasi,” kritiknya.

Ahali menegaskan bahwa anggota Polri di tingkat Polsek, terutama Babinkamtibmas, merupakan garda terdepan pelayanan negara yang bekerja dengan penuh pengabdian.

“Mereka bertugas di pelosok, menghadapi risiko, dicaci, dihina, tapi tetap setia kepada negara dan pimpinannya. Bahkan nyawa mereka taruhannya,” tegas Ahali.

Karena itu, menurutnya, menjadi tidak adil ketika akar persoalan kinerja institusi diarahkan kepada lulusan PAG.

“Bukan PAG yang salah, tetapi sistem meritokrasi yang keliru diterapkan pimpinan,” ujarnya.
“Ada pepatah, ikan busuk dari kepalanya. Kalau sistem gagal, maka sumber masalahnya sering berasal dari atas,” tambahnya.

Ahali menilai bahwa lulusan PAG justru memiliki pengalaman panjang, menguasai wilayah dan karakteristik masyarakat, sebagaimana sistem kepolisian di banyak negara yang memulai karier dari tingkat bawah.

Ia juga meminta agar pimpinan Polri mengevaluasi diri.

“Kinerja Wakapolri justru perlu dievaluasi. Apa kontribusinya dalam membangun SDM Polri yang kuat dan dicintai masyarakat?” kata Ahali.

Selain itu, ia menolak adanya pembedaan berdasarkan jalur pendidikan.

“Tidak boleh membeda-bedakan lulusan Akpol, SIPSS, SIP, atau PAG. Semua memiliki kompetensi dan saling melengkapi,” tegasnya.

Menurutnya, pelanggaran anggota lebih terkait integritas individu, bukan asal pendidikan.

Demikian pernyataan ini disampaikan Ahali sebagai bentuk kecintaannya terhadap institusi Polri.

Wassalam,

Kompol (Purn) Ahali, S.H., M.H.
Mantan Wakil Bupati Buton Utara
Saat ini berprofesi sebagai Advokat
BA 9 – PA 29

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *