BAUBAU,Matabuton.com-Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Baubau (PD NA Baubau) sukses menggelar Pengukuhan dan Rapat Kerja periode 2022-2026 di Hotel Mira pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Usai pengukuhan, organisasi otonom Muhammadiyah ini langsung menandatangani perjanjian kerjasama dengan Organisasi Advokat Dewan Pimpinan Cabang Kongres Advokat Indonesia Buton (DPC KAI Buton) sebagaimana tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) Paralegal.
Ketua Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Sulawesi Tenggara, Fharanita Muhita dalam sambutannya mengungkapkan, penandatanganan MoU Paralegal ini adalah hal yang istimewa dan baru pertama kali terjadi dalam agenda Pengukuhan & Rapat Kerja Nasyiatul Aisyiyah di Sulawesi Tenggara.
Fharanita menambahkan, Nasyiatul Aisyiyah sebagai Putri Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang keperempuanan menitikberatkan pada gerakan pemberdayaan perempuan muda dalam meningkatkan kapasitas, termasuk memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Ketua Nasyiatul Aisyiyah Kota Baubau, Nurul Isnaeni mengungkapkan, esensi dari penandatanganan MoU Paralegal antara PD NA Baubau dan DPC KAI Buton didasari pada maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kerap terjadi di Kota Baubau.
“Sebanyak 55 kasus terjadi pada tahun 2022, 48 kasus pada tahun 2023, dan ada puluhan kasus lainnya yang terjadi di tahun 2024 ini,” ungkapnya dalam pidato iftitah usai dikukuhkan oleh PW NA Sultra.
Nurul menegaskan, pendampingan terhadap korban kekerasan tidak hanya dilakukan saat kasus terjadi, tetapi juga melalui upaya preventif dan pembekalan dalam bentuk pelatihan paralegal pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang akan memberikan efek signifikan terhadap penurunan angka kekerasan.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPC KAI Buton, Adv. Apri Awo menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya penandatanganan MoU Paralegal antara PD NA Baubau dan DPC KAI Buton, khususnya dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Apri menambahkan, selama pendampingan terhadap korban kekerasan, kendala utama adalah ketidakmampuan korban mengakses perlindungan hukum baik yang bersifat pro Justitia maupun konseling. Hal ini menyebabkan hak-hak hukum korban tidak bisa diperjuangkan.
“Oleh karena itu, upaya preventif melalui sosialisasi dan pelatihan paralegal pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah kewajiban kita semua. Baik organisasi advokat maupun organisasi manapun yang percaya bahwa kekuatan perempuan adalah perubahan masa depan,” tutupnya.
Laporan: Redaksi.