BURANGA,Matabuton.com-Menghadapi situasi perpolitikan saat ini di Kabupaten Buton Utara, Kuasa Hukum Ahali, La Ode Hermawan memberikan pernyataan bahwa dalam menghadapi Pilkada Serentak tahun 2024, para pihak jangan membuat gaduh situasi berdemokrasi di Buton Utara.
Sebagai generasi muda yang tahu aturan, kata Mawan, kita seharusnya memberikan pencerahan kepada masyarakat Buton Utara tentang makna, hakekat, dan tujuan berdemokrasi melalui jalur Pilkada.
La Ode Hermawan, yang sehari-harinya akrab disapa Mawan dan berprofesi sebagai pengacara muda, menyatakan risih melihat somasi yang dilakukan oleh Laskar kepada Paslon Fahrul-Ahali terkait penggunaan logo Partai Gerindra pada baliho mereka.
Menurut Mawan, yang juga merupakan pendamping hukum Ahali, logo partai yang digunakan Paslon Fahrul-Ahali adalah bagian dari dinamika berpolitik dan demokrasi.
Tujuan partai politik adalah memberikan kecerdasan politik kepada masyarakat, bukan pihak yang tidak ada hubungannya dengan struktur partai Gerindra yang mempermasalahkan hal tersebut.
Partai politik memiliki aturan internal yaitu AD/ART kepartaian, sehingga tidak boleh asal bicara yang justru membingungkan masyarakat.
“Saya kemarin menelepon Wakil Bupati Buton Utara terkait surat Laskar yang beredar di media sosial. Surat tersebut saya kirimkan kepada beliau. Dalam telepon saya, saya memanggil beliau dengan sebutan Bapaknya Desi dan menanyakan bagaimana tanggapannya terkait surat somasi Laskar ini. Beliau menjawab, ‘Wan, pelajari somasi Laskar tersebut. Apakah Fahrul-Ahali melanggar hukum pidana, administrasi negara, atau perdata?,” kata Mawan saat diwawancarai media ini disalah warkop di Ereke, Minggu (30/6/2024).
“Kami sudah sejak lama berkoordinasi dengan Ketua DPC Partai Gerindra, dan beliau sangat welcome serta tidak ada masalah. Kami sudah cukup jauh melakukan koordinasi dengan Partai Gerindra. Ini adalah arena politik, jadi cara memandangnya harus dari berbagai aspek karena politik itu abstrak. Yang menentukan nanti adalah saat pendaftaran di KPU, yang memiliki rekomendasi. Tidak usah khawatir, Wan,” jawab beliau kepada saya.
Untuk itu, Mawan mengingatkan kepada Laskar agar setiap tindakannya diperhitungkan dengan matang. Jangan sampai memberikan somasi kepada Fahrul-Ahali justru menimbulkan peristiwa hukum baru, seperti membuat perasaan tidak enak dan pencemaran nama baik. Apalagi jika ini sudah tayang di media sosial, bisa juga dikenakan UU ITE.
“Jadi, saya berharap mari kita mencermati permasalahan dalam era demokrasi ini dengan arif dan bijaksana. Jangan asal main somasi karena somasi itu wilayah keperdataan menyangkut hak,” ucap Mawan.
Yang berhak menegur lanjut Mawan, adalah Partai Gerindra, maka DPC tingkat kabupaten yang merupakan perpanjangan tangan DPP pusat yang berhak melakukan teguran. Dalam lingkup partai, ada Bapilu yang mengkaji pemenangan dan permasalahan internal, bukan asal main sabet. Ada istilah koordinasi yang baik, bukan tiba-tiba somasi.
“Mari kita mengedepankan asas praduga tak bersalah sehingga tidak salah kaprah menilai suatu keadaan di masyarakat. Pemahaman politik dan hukum itu berbeda. Politik selalu berada di wilayah abu-abu, bukan hitam putih, sehingga penafsirannya berbeda,”tutupnya.
Laporan : Redaksi.