OPINI: Bupati Harus Tahu Diri, Jangan Rampas Hak Wakilnya

Oleh: Komisaris Polisi (Pur) Ahali, S.H., M.H.

BURANGA,Matabuton.com-Negara ini berdiri atas dasar hukum, dan setiap sen uang negara harus dipertanggungjawabkan. Dalam konteks pemerintahan daerah, Biaya Penunjang Operasional (BPO) bagi Bupati dan Wakil Bupati bukanlah hadiah pribadi yang bisa dibagi sesuka hati, melainkan hak yang diatur secara tegas dalam regulasi negara.

Bila seorang Wakil Bupati tidak menerima BPO selama masa jabatannya tanpa dasar hukum yang sah, maka ini adalah pelanggaran, bahkan bisa dikategorikan sebagai kejahatan jabatan.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 dan diturunkan melalui Peraturan Bupati yang disahkan DPRD, BPO adalah instrumen legal untuk mendukung tugas kepala daerah dan wakilnya.

Bupati yang mengeksekusi dana operasional tanpa memperhatikan hak wakilnya sama saja dengan merampas dan melawan hukum. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif—tapi bentuk penyalahgunaan wewenang yang bisa menimbulkan peristiwa hukum, termasuk pidana korupsi karena merugikan keuangan negara.

Keliru jika ada kepala daerah yang berasumsi bahwa karena tidak ada Perbup khusus, maka Wakil Bupati tidak berhak atas dana tersebut. Justru, jika Perbup belum ada, itu adalah tanggung jawab moral dan hukum Bupati serta Sekda untuk mendorong penyusunan regulasi yang menjamin keadilan anggaran.

Sebagai mantan kepala daerah dan aparat penegak hukum, saya ingin mengingatkan: jangan sekali-kali mempermainkan hak orang lain dalam pemerintahan. Wakil Bupati bukan ban serep. Ia adalah pejabat negara yang diatur peran dan fungsinya dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.

Bila haknya dikebiri, maka peradilan—baik perdata maupun pidana—adalah langkah konstitusional yang harus ditempuh. Itulah yang disebut dengan legisprudence—menjawab tafsir hukum melalui putusan pengadilan.

Jangan sampai niat baik berkhidmat pada negara ternoda oleh kealpaan, atau lebih buruk lagi, oleh keserakahan. Sebab hukum dibuat bukan hanya untuk menciptakan ketertiban, tetapi juga menjamin keadilan dan kemanfaatan bagi semua pihak.

Sebagaimana dikatakan Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H., M.H., “Peraturan yang baik tidak akan berarti jika dijalankan oleh pejabat yang buruk.” Maka, saatnya kepala daerah berhenti berpura-pura tidak tahu dan mulai berlaku adil—termasuk terhadap wakilnya sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *