BURANGA,Matabuton.com-Ketua Umum Lembaga Forum Masyarakat Anti Korupsi Sulawesi Tenggara (FMAK-SULTRA), Rusdianto menyatakan bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Buton Utara belum menunjukkan sikap tegas terhadap oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam politik praktis.
Pernyataan ini dilontarkan Rusdianto setelah melihat beberapa postingan di media sosial, terutama di grup Facebook “Butur Perubahan” (BP), yang menunjukkan keterlibatan oknum ASN dan anggota BPD dari Desa di Kecamatan Bonegunu dan Kambowa dalam pusaran politik praktis.
Menurut Rusdianto, tindakan ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Bawaslu Buton Utara. Ia menegaskan bahwa ASN wajib memegang teguh prinsip netralitas dalam menjalankan tugasnya.
Keterlibatan ASN dalam aktivitas politik praktis sangat bertentangan dengan aturan yang berlaku, khususnya Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang ASN yang menyatakan bahwa pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi politik.
Rusdianto juga mengkritik ketua Bawaslu Kabupaten Buton Utara yang pernah menyatakan akan menindak tegas oknum ASN yang terlibat dalam politik praktis, namun pernyataan tersebut tampak hanya gertak sambal tanpa tindakan nyata.
“Pernyataan tersebut seakan hanya omong kosong belaka,” tegasnya saat diwawancari di wartawan di salah satu warkop di Butur, malam Minggu (21/9/2024).
Jika mengacu pada peraturan, ASN yang terlibat politik praktis bisa dikenakan sanksi berat sesuai dengan Pasal 52 ayat (4) jo. Pasal 52 ayat (3) huruf J Undang-Undang tentang ASN. Selain itu, jika ASN terbukti terlibat dalam aktivitas politik, seperti melakukan posting, komentar, berbagi, bergabung, atau mengikuti grup pemenangan kandidat politik di media sosial, maka tindakan tersebut melanggar Pasal 9 ayat (2) UU ASN dan Pasal 5 huruf N angka 5 PP No. 94 Tahun 2021.
Hukuman disiplin berat yang dapat dijatuhkan bagi ASN yang melanggar antara lain:
1. Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
2. Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan.
3. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai ASN.
Pelanggaran ini juga dianggap melanggar kode etik sesuai Pasal 11 huruf C PP No. 42 Tahun 2004, yang mengatur etika terhadap diri sendiri termasuk menghindari konflik kepentingan. Pelanggar dapat dijatuhi sanksi moral berupa pernyataan tertulis, baik secara tertutup maupun terbuka, sesuai Pasal 15 PP No. 42 Tahun 2004.
Rusdianto menegaskan bahwa ASN harus bersih dari pengaruh politik dan menjadi mesin birokrasi yang profesional dan netral untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif, demokratis, dan terpercaya.
“Bawaslu Buton Utara harus menunjukkan taringnya dan tidak sekadar gertak sambal,” tutup Rusdianto.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan dari pihak Bawaslu Kabupaten Buton Utara. Media ini telah menghubungi Ketua Bawaslu via WhatsAppnya namun, belum dibalas.
Laporan: Redaksi.