BURANGA, Matabuton.com-Anggota DPRD Kabupaten Buton Utara, Fatriah menyoroti, persoalan perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkup pemerintah daerah setempat. Fatriah meminta perekrutan P3K tersebut harus diperjelas.
Fatriah berkata seperti itu karena pengumuman formasi P3K di Kabupaten Butur yang dikeluarkan sejak Rabu, 8 Maret 2023 lalu dinilai sarat masalah.
Ia mencontohkan seperti yang terjadi di SDN 1 Bonegunu, yang mendapat kuota P3K 5 orang, yang mendaftar 3, namun tiba-tiba ada titipan 1, berarti 4. Ia melanjutkan, kalau berdasarkan kuota, itu berarti masih kurang 1, masih bisa untuk mengisi lagi 1 formasi.
“Tetapi saat saya konsultasi di Kementerian Pendidikan, di Dirjen GTK, bahwa ini ternyata betul ada 5 formasi, tetapi yang ini berdasarkan kebutuhan rombel. Nah di Bonegunu itu kan ada 6 rombel, dihitunglah katanya 3 pegawai negeri dan 3 GTT (guru tidak tetap),” ungkap politisi PDI-P Butur kepada sejumlah awak media, di kediamannya, Sabtu (11/3/2023).
Lanjut Fatriah, GTT-nya ini tadikan sudah tiga, namun ada seorang GTT yang sudah magang selama lebih 10 tahun di SDN 1 Bonegunu tersebut tetapi dia tidak lulus P3K di SD tersebut. Malah, ada seorang yang tidak pernah sama sekali mengajar di SDN 1 Bonegunu, namun dia bisa lulus di SD tersebut.
Pertanyaannya, kata Fatriah, apakah persyaratan yang dikeluarkan kemarin itu dibenarkan. Apakah dibenarkan, tidak pernah mengajar di SDN 1 Bonegunu meski sekali saja tiba-tiba dia lulus di SDN 1 Bonegunu.
Fatriah menjelaskan, kalau dalam penilaian ini tentunya ada penilaian observasi yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru senior dan pengawas sekolah.
“Makanya ini bukan apa-apa, tetapi kitakan harus perjelas, karena ini keluhannya bukan hanya dari Kecamatan Kambowa, Bonegunu, Kulisusu Barat. Saya harus runut ini. Seperti (seorang peserta dari) Kambowa, kan dia tidak tahu penempatannya dimana. Ini lolos atau tidak. Nilainya tinggi tetapi tidak ditahu mau ditempatkan dimana,” ujar anggota DPRD perempuan itu.
Kemudian salah satu SMP di Kecamatan Kulisusu Barat, ada formasi Bahasa Indonesia sebanyak 2 formasi. Yang mendaftar 2, tetapi yang lulus 1.
“Menurut pesertanya, katanya saya tidak lulus ini karena saya kalah di usia. Kelahiran 1989. Bukan kalah di nilai, kalah di usia,” ungkap Fatriah.
Kemudian Fatriah membeberkan, ada seorang lagi yang pernah ingin mendaftar P3K formasi Bahasa Inggris di SD, namun karena di SD tidak ada formasi Bahasa Inggris sehingga dia mendaftar di SMPN 3 Kambowa yang memiliki formasi Bahasa Inggris. Disitu, peserta tersebut mendapat predikat P3 (prioritas ketiga).
“Kalau lebih jelasnya itukan P1, P2, P3, itu sebenarnya jangan kalian ganggu. Karena inikan sudah prioritas ini ceritanya,” jelasnya.
Faktanya, yang terjadi setelah pengumuman ia tidak lulus. Yang lulus formasi PJOK (Pendidikan Jasamani Olahraga dan Kesehatan). Sementara PJOK tidak ada formasinya di SMP tersebut.
“Bagaimana bisa dia lulus,” herannya.
Yang lucunya lagi kepala sekolahnya. Kata Fatriah, setelah ia telepon kepala sekolahnya, ternyata PJOK tidak di observasi, tidak ada penilian kepala sekolah, guru senior dan pengawas, tiba-tiba kenapa dia lulus. Dari mana asal-muasalnya itu penilaian.
Fatriah menegaskan, dinas-dinas terkait agar diperjelas masalah P3K tersebut, supaya tidak menimbulkan kegaduhan, karena banyak yang komplain.
Bahkan, lanjutnya, ada yang mengeluh, para peserta P3K ini lulus di SMP tapi diturunkan di SD, alasan diturunkan di SD karena linear dengan jurusan mereka.
“Jadi maksud dan tujuan saya kalau memang betul-betul kita mau perbaiki, kenapa tidak RDP (rapat dengar pendapat) supaya dinas-dinas terkait bisa menjelaskan secara rinci, secara terang, secara gamblang,” tegasnya.
Fatriah berharap dalam perekrutan P3K untuk mempertimbangkan sistem zonasi. Kenapa harus sistem zonasi, karena ini akan berdampak pada perpindahan ketika sudah di SK kan.
“Sekarang dengan adanya P3K setidaknya pihak-pihak terkait itu melihat zona-zonanya. Kalau misalnya ada orang lokal di daerah-daerah tolonglah yang itu dulu. Supaya nanti ketika ada SK, tidak segampang itu mereka mau mengajukan pindah,” pintanya.
Selanjutnya juga yang terjadi di SD Tatombuli, itu ada lagi keluhan. Ada seorang peserta P3K, data dapodiknya di SD Tatombuli, dia mengajar di situ, dia magang di situ, tiba-tiba yang lulus bukan dia.
“Yang lolos itu orang dari luar Tatombuli. Sekarang pertanyaannya, orang yang dari luar Tatombuli itu dia betah atau tidak? Potensinya pasti pindah lagi,” ujarnya.
Kemudian persoalan di SDN Buranga, formasi P3K kuotanya ada SDN Buranga, namun, faktanya diubah.
“Munculah di Wantulasi. Tidak ada formasi di situ,” pungkas Anggota Komisi II DPRD Butur itu.
Fatriah berharap, Anggota DPRD Komisi III agar segera melakukan RDP terkait persoalan P3K di Butur.